Pengelolaan Hutan Negara Bag I

SOLUSI ISLAM TERHADAP PENGELOLAAN HUTAN INDONESIA
SEBAGAI SUMBERDAYA MILIK UMUM


A. PENDAHULUAN
Seperti yang telah kita ketahui bahwasannya ada dua macam sistem ekonomi yang telah kita kenal, yaitu sistem ekonomi kapitalis dan sosialis.

Dalam sistem ekonomi kapitalis, manusia dibebaskan untuk memperoleh harta benda/kekayaan sebanyak-banyaknya dengan berbagai cara walaupun dengan cara mengeksploitasi orang lain. Sistem ini akan menimbulkan banyak jurang yang sangat dalam antara orang kaya dengan orang miskin. Kebalikan dengan ekonomi kapitalis, ekonomi sosialis menganut adanya keterbatasan akan kepemilikan harta benda/kekayaan. Untuk mewujudkan sistem ini, peran negara sebagai alat kontrol sangat penting. Hasil dari sistem ini ekonomi ini adalah pemerataan akan kepemilikan kekayaan diantara warga negara.

Kedua ekonomi tersebut tentu tidaklah adil, karena disatu pihak ada yang memiliki harta/kekayaan berlimpah tetapi dipihak lain aada yang sangat kekurangan. Begitu juga dalam sistem ekonomi sosialis yang menganut pemerataan dalam kepemilikan, sebab hal ini tidaklah mungkin karena setiap orang mempunyai potensi untuk memperoleh kekayaan kekayaan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.

Di dalam sistem ekonomi Islam, kepemilikan sudah diatur di dalam Al-Qur’an dan Hadits. Alam semesta beserta isinya adalah mutlak milik Allah Swt. Manusia sebagai khalifah dibumi diberikan hak oleh Allah atas segala benda yang ada disekitarnya, namun bukan hak untuk memilikinya secara mutlak, melainkan hak untuk mengelolanya dan mengambil manfaat dalam batas-batas tertentu. Pemberian hak oleh Allah atas benda tersebut harus diimbangi dengan kewajiban untuk mewujudkan kebaikan dan kemakmuran bersama.

Di dalam Al-Qur’an dan Hadits terdapat penjelasan mengenai kepemilikan akan benda sehingga kita mengetahu betapa Islam sangat memperhatikan kepemilikan ini karena sangat berhubungan dengan kesejaheraan umat.


B. TEORI KEPEMILIKAN HARTA/SUMBERDAYA
Indonesia terkenal sebagai negara yang memiliki sumberdaya alam (SDA) yang melimpah baik diperbaharui maupun tidak diperbaharui. Sumberdaya alam yang dapat diperbaharui seperti hutan, ikan, tanaman perkebunan dan seterusnya. Sementara, sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui berupa mineral, barang tambang (batubara dan emas), minyak dan gas. Sayangnya, SDA tersebut tidak mampu memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat.

Apakah ada kekeliruan dalam pengelolaannya sehingga saat ini hampir semua sumberdaya tersebut dikelola dan dikendalikan asing? Hampir setiap hari di media massa koran maupun televisi kita kerap mendengar berita illegal logging, illegal fishing maupun illegal mining. Kita sebagai pemilik sah sumberdaya itu hanya menjadi ”penonton” di rumah sendiri. Kita pun lupa bahwa sekitar 90 % penduduk negeri ini beragama Islam yang praktis tidak mendapatkan apapun dari praktek pengelolaan SDA semacam itu.

Indonesia, sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia yang memiliki kekayaan SDA melimpah secara teoritis harus berkorelasi positif dengan kesejahteraan masyarakat. Semakin melimpah SDA, akan semakin makmur bagi penduduknya. Faktanya, data Badan Pusat Statistik (BPS) bulan Maret 2014 menyebutkan bahwa 28,3 juta jiwa atau sekitar 11,25 % penduduk di Indonesia termasuk dalam kategori penduduk miskin. Mengapa kondisi asimetris bisa terjadi padahal kita memiliki SDA yang melimpah?

1. Perspektif konvensional

Dalam kepustakaan ekonomi sumberdaya ”konvensional” dinyatakan bahwa kepemilikan (property right) atas SDA dikelompokkan menjadi:

a. kepemilikan pribadi (private property right);

b. kepemilikan bersama (common property right), dan

c. kepemilikan negara (state property right).

Hampir 90 % pengelolaan SDA di Indonesia masuk kategori kepemilikan pribadi yang dalam hal ini direpresentasikan perusahaan multinasional (multinational corporation). Saat ini tidak ada lagi aturan yang membatasi mana barang publik (publik goods), mana milik pribadi dan mana yang diatur negara.

Dalam bidang pertambangan minyak dan Gas pemiliknya Exxon Mobile, Shell, dan Total E & P.Sementara, dalam bidang pertambangan mineral (tembaga, emas dan batubara) pemiliknya Freepot, Newmont, Kalimantan Prima Coal (KPC). Dalam bidang perkebunan perusahaan-perusahaan Malaysia menguasai 90 % perkebunan Sawit di Sumatera dan Kalimantan. Sumberdaya air yang menjadi barang publik pengelolaannya pun sekarang dilakukan perusahaan-perusahaan asing, dan masih banyak lagi yang lainnya.

2. Perspektif Islam
Menurut ajaran Islam, Allah SWT adalah pemilik yang sesungguhnya dan mutlak atas alam semesta. Allah lah yang memberikan manusia karunia dan rezeki yang tak terhitung jumlahnya. Manusia memilikinya hanya sementara, semata-mata sebagai suatu amanah atau pemberian dari Allah.

Manusia menggunakan harta berdasarkan kebudayaan sebagai pemegang amanah dan bukan sebagai pemilik yang kekal. Karena manusia mengemban amanah mengelola hasil kekayaan di dunia, maka manusia harus bisa menjamin kesejahteraan bersama dan dapat mempertanggungjawabkannya dihadapan Allah SWT.

Konsep Dasar Kepemilikan dalam Islam adalah Firman Allah SWT dalam Qur’an surat Al Baqarah ayat 284 yaitu : “Kepunyaan Allah lah segala apa yang ada dilangit dan dibumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada didalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki” (Qs. Al-Baqarah:284)

Dalam Islam, jenis kepemilikan atas SDA terdiri dari :

a. Kepemilikan individu (mikl fardhiyah)
Hak milik individu adalah ketetapan hukum syara' yang berlaku bagi zat ataupun manfaat (jasa) tertentu yang memungkinkan siapa saja yang mendapatkannya untuk memanfaatkan barang tersebut, serta memperoleh kompensasi dari barang tersebut (jika barangnya diambil kegunaannya oleh orang lain seperti disewa, ataupun karena dikonsumsi untuk dihabiskan zat-nya seperti dibeli). Oleh karena itu setiap orang bisa memiliki kekayaan dengan sebab-sebab (cara-cara) kepemilikan tertentu.

An-Nabhany (1990) mengemukakan, dengan mengkaji secara komprehensif hukum-hukum syara' yang menentukan kepemilikan seseorang atas harta tersebut. Islam mengakui adanya hak milik pribadi, dan menghargai pemiliknya, selama harta itu diperoleh dengan jalur yang sah menurut Agama Islam. Dan Islam tidak melindungi kepemilikan harta benda yang diperoleh dengan jalan haram. Sehingga Imam Al-Ghazalimembagi 5 jenis harta yang dilindungi oleh Islam (sah menurut Agama Islam):

1) Diambil dari suatu sumber tanpa ada pemiliknya, misal: barang tambang, menggarap lahan yang mati, berburu, mencari kayu bakar, mengambil air disungai,dan lain-lain.

2) Diambil dari pemiliknya secara paksa karena ada unsur halal, misal: harta rampasan.

3) Diambil secara paksa dari pemiliknya karena ia tidak melaksanakan kewajiban, misal: zakat.

4) Diambil secara sah dari pemiliknya dan diganti, misalnya: jual beli dan ikatan perjanjian dengan menjauhi syarat-syarat yang tidak sesuai syari'at.

5) Diambil tanpa diminta, misal: harta warisan setelah dilunasi hutang-hutangnya.

Islam mengakui kepemilikan individu/swasta akan tetapi tidak boleh memilikinya. Pemanfataannya pun hanya diperbolehkan pada batas tertentu agar tidak menimbulkan kerusakan atas SDA (Ar Rum : 41). Berkebalikan dengan konsep ekonomi liberal yang bukan sekadar menguasai, akan tetapi boleh mengeksploitasi tanpa batas bahkan memperjualbelikan dengan pihak lain dengan mengabaikan negara pemiliknya.

b. Kepemilikan umum (milk ’ammah)
Menurut An-Nabhaniy dalam kitab An-Nizham Al-Iqtishadiy Fiil Islam, Kepemilikan Umum adalah izin as-Syari’ (Allah SWT) kepada suatu komunitas untuk sama-sama memanfaatkan benda. Sedangkan benda-benda yang termasuk dalam kategori kepemilikan umum adalah benda-benda yang telah dinyatakan oleh as-Syari’ bahwa benda-benda tersebut adalah untuk suatu komunitas, dimana mereka masing-masing saling membutuhkan, dan melarang benda tersebut dikuasai hanya oleh seseorang atau sekelompok kecil orang.

Dari pengertian di atas maka benda-benda yang termasuk dalam kepemilikan umum dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok:

Pertama, Fasilitas Umum. Yang dimaksud dengan kebutuhan umum adalah apa saja yang dianggap sebagai kepentingan manusia secara umum, dimana apabila ketiadaan barang tersebut dalam suatu negeri atau dalam suatu komunitas, akan menyebabkan kesulitan dan dapat menimbulkan persengketaan dalam mencarinya. Rasulullah saw. telah menjelaskan sifat kebutuhan umum tersebut dalam sebuah hadits. Dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi saw bersabda :

“Manusia berserikat (punya andil) dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput, dan api” (HR Abu Daud)

Anas r.a. juga meriwayatkan hadits dari Ibnu Abbas ra. tersebut dengan menambahkan: wa tsamanuhu haram (dan harganya haram), yang berarti dilarang untuk diperjualbelikan.

Kedua, Bahan tambang yang tidak terbatas (sangat besar). Bahan tambang dapat diklasifikasikan menjadi dua. Yakni, bahan tambang yang jumlahnya terbatas (sedikit) dan bahan tambang yang jumlahnya tidak terbatas (sangat besar). Bahan tambang yang jumlahnya sedikit dapat dimiliki secara pribadi.

Hasil tambang seperti ini akan dikenai hukum rikaz (barang temuan) sehingga harus dikeluarkan 1/5 bagian (20%) darinya. Bahan tambang yang jumlahnya sangat besar terkategorikan sebagai milik umum, dan tidak boleh dimiliki secara pribadi.

Ketiga, Benda-benda yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki secara perorangan. Benda-benda yang sifat pembentukannya mencegah individu untuk memilikinya, maka benda tersebut adalah benda yang termasuk kemanfaatan umum. Seperti: jalan, sungai, laut, danau, tanah-tanah umum, teluk, selat, dan sebagainya. Yang juga bisa disetarakan dengan hal-hal tadi adalah: masjid, sekolah milik negara, rumah sakit negara, lapangan, tempat-tempat penampungan, dan sebagainya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw.,

“Kota Mina adalah tempat parkir unta bagi orang yang lebih dulu (datang). (Maksudnya tempat untuk umum).”

Barang-barang tambang seperti minyak bumi besarta turunannya seperti bensin, gas, dan lain-lain, termasuk juga listrik, hutan, air, padang rumput, api, jalan umum, sungai, dan laut semuanya telah ditetapkan syara’ sebagai kepemilikan umum. Negara mengatur produksi dan distribusi aset-aset tersebut untuk rakyat. Pengelolaan kepemilikan umum oleh negara dapat dilakukan dengan dua cara, yakni:

c. Kepemilikan negara (milk daullah)
Harta-harta yang termasuk milik Negara adalah harta yang merupakan hak seluruh kaum Muslimin yang pengelolaannya menjadi wewenang Negara, dimana Negara dapat memberikan kepada sebagian warga Negara, sesuai dengan kebijaksanaannya. Makna pengelolaan Negara ini adalah kekuasaan yang dimiliki Negara untuk mengelolanya semisal harta fa'i, kharaj, jizyah dan sebagainya. Makna pengelolaan oleh khalifah ini adalah adanya kekuasaan yang dimiliki khalifah untuk mengelolanya.

Terminologi konsep kepemilikan dalam Islam ini memang tidak berbeda dengan konsep ekonomi sumberdaya konvensional. Akan tetapi, secara substansi dan implementasi konsep kepemilikan (property right) menurut ajaran Islam berbeda signifikan.

Islam juga mengakui kepemilikan umum/bersama seperti barang tambang, tanah, sumber air (sungai, mata air), lautan dan biotanya (An Nahl, : 14) dan seterusnya yang juga ada batasan dalam pemanfaatannya. Islam mencontohkan bagaimana Nabi Saleh AS melakukan ”reforma agraria” atas tanah, padang-padang rumput, dan sumber air (oase) yang saat itu hanya dikuasai oleh sembilan keluarga dari kaum Tsamud yang mewarisi kebudayaan kaum Ad (suku pengembala) (Al Ar’af : 73). Reforma agraria tersebut mengakibatkan sumberdaya tersebut berubah kepemilikan dari individu (keluarga) menjadi milik bersama

BERSAMBUNG BAGIAN II

Comments

Popular posts from this blog

Metode Dakwah

Kuliner Purworejo

Analisis Jurnal Traksaksi Akuntansi pada KSU MIKAT AL KHIDMAH