Mengelola Risiko Kredit BMT
PENERAPAN
MANAJEMEN RISIKO KREDIT
A.
PENDAHULUAN
Indonesia
sebagai sebuah negara besar dengan penduduk mayoritas muslim terbesar di dunia,
sudah sejak lama mengagungkan sistem ekonomi kerakyatan. Pengembangan ekonomi
kerakyatan tidak dapat dipisahkan dari pengembangan ekonomi umat Islam karena
jika ekonomi kerakyatan kuat maka ekonomi umat Islam pun akan mengalami hal
yang sama. Dengan demikian perbankan syariah dan atau lembaga keuangan syariah
lainnya yang merupakan salah satu komponen dalam ekonomi umat Islam adalah
bagian dari pengembangan ekonomi kerakyatan yang sedang digalakkan pemerintah.
Secara teoritis keberpihakan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dalam penyaluran kredit terhadap pelaku ekonomi kecil dan menengah yang merupakan bagian terbesar dari ekonomi rakyat sangatlah memungkinkan. Kebijakan LKS dalam penyaluran kreditnya tidak dibatasi oleh kemampuan membayar bunga / margin. Tetapi, kelayakan dan prospek suatu usaha menjadi pertimbangan utama dalam pemberian kredit terhadap para nasabahnya. Hal ini berbeda dengan konsep perbankan yang membatasi penyaluran kreditnya hanya pada mereka yang mampu membayar bunga yang telah ditetapkan. Konsep dasar ini tentunya memberikan peluang bagi para pengusaha kecil menengah dalam mendapatkan pelayanan dan pengembangan potensi ekonomi yang mereka miliki.
Namun
demikian, para pengelola LKS tentunya menyadari bahwa dalam menjalankan fungsi
sebagai pemberi jasa keuangan, mereka harus dapat mengelola berbagai jenis risiko
keuangan secara efektif, agar dampak negatif yang mungkin ditimbulkan tidak
dapat terjadi dan untuk menghindari atau menghilangkan kerugian yang besar
akibat dari tidak dijalankannya manajemen risiko yang efektif dan disiplin.
Risiko
yang diterima oleh sebuah lembaga keuangan diakibatkan karena terjadinya sebuah
atau serangkaian peristiwa bersifat negatif dan tidak diinginkan terjadi yang
dapat mengakibatkan kegagalan / kerugian. Risiko terkait dengan aktivitas
perbankan atau lembaga keuangan lainnya tidak dapat dihindari tetapi dapat
dikurangi.
Tetapi
kegiatan berisiko tersebut harus diambil guna mendapatkan peluang lembaga
keuangan untuk mendapatkan keuntungan, dengan cara meminimalkan risiko yang
akan timbul dengan mengelola manajemen risiko.
Klasifikasi
risiko yang sering dihadapi oleh lembaga keuangan diantaranya adalah risiko
kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko reputasi,
risiko hukum, risiko strategik dan risiko kepatuhan. Dalam makalah ini akan
membahas lebih lanjut tentang bagaimana pengelolaan risiko kredit / pembiayaan
di BMT Binamas Purworejo.
B.
MANAJEMEN
RISIKO KREDIT DAN PENERAPANNYA
1.
Apa
itu Manajemen Risiko?
Pada
setiap usaha, risiko merupakan suatu hal yang mutlak. Risiko juga dapat muncul
dari berbagai sumber. Yang menjadi permasalahan adalah bagaimana cara menangani
risiko tersebut. Proses manajemen risiko merupakan suatu hal yang mutlak juga
jika kita ingin menghindari kerugian usaha.
Proses ini diyakini mempunyai peranan penting dalam keberlangsungan bisnis
lembaga keuangan syariah agar dapat bertahan dan terus bersaing di industri
perbankan.
Risiko
merupakan suatu kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan maupun yang
tidak dapat diperkirakan yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan
permodalan yakni suatu kerugian.
Manajemen
risiko adalah serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk
mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari
kegiatan usaha bank. Esensi dari penerapan manajemen risiko adalah kecukupan
prosedur dan metodologi untuk kepentingan proses pengelolaan risiko sehingga
kegiatan usaha bank tetap terkendali dan aman.
Tujuan
dari manajemen risiko yaitu :
1) Menyediakan
informasi tentang risiko kepada pihak regulator
2) Memastikan
bank tidak mengalami kerugian yang bersifat unacceptable
3) Meminimalisasi
kerugian dari berbagai risiko yang bersifat uncontrolled
.
2.
Penerapan
Manajemen Risiko Kredit
Kredit
atau pembiayaan secara harfiah diartikan sebagai dana rahn, yaitu dana yang diperoleh rahin
(nasabah) setelah aplikasi rahn-nya
diterima oleh pihak murtahin (bank),
dengan syarat setelah ada penyerahan marhun
(jaminan) kepada pihak murtahin.
Secara istilah, pembiayaan berdasarkan prnsip syariah adalah penyediaan uang
atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai
untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu
dengan imbalan atau bagi hasil.
Pembiayaan
pada dasarnya diberikan atas dasar kepercayaan. Hal ini berarti prestasi yang
diberikan harus benar-benar diyakini dapat dikembalikan oleh penerima
pembiayaan sesuai dengan jangka waktu dan syarat-syarat yang telah disepakati
bersama.
Risiko
kredit adalah risiko yang timbul sebagai akibat dari kegagalan debitur dan /
atau lawan transaksi (counterparty)
dalam memenuhi kewajibannya. Di satu sisi risiko ini dapat bersumber dari
berbagai aktivitas fungsional bank. Di sisi lain risiko ini timbul karena
kinerja satu atau lebih debitur yang buruk. Kinerja debitur ini dapat berupa
ketidakmampuan atau ketidakmauan debitur untuk memenuhi isi perjanjian kredit
yang telah disepakati sebelumnya. Dalam hal ini yang menjadi perhatian bank
bukan hanya kondisi keuangan dan nilai pasar dari jaminan kredit tetapi juga
karakter debitur itu sendiri.
Pengendalian
kredit bertujuan untuk memastikan bahwa pengelolaan, penjagaan dan pengawasan
kredit sebagai asset atau kekayaan bank telah dilakukan dengan baik sehingga
tidak menimbulkan risiko-risiko kredit yang diakibatkan penyimpangan baik oleh
debitur maupun oleh intern bank.
Bank
perlu melakukan manajemen terhadap risiko kredit yang melekat pada seluruh
aktivitas bank, yaitu dengan mengidentifikasi, mengukur, memonitor, mengontrol
risiko kredit serta memastikan tersedianya modal yang cukup dan dapat diperoleh
kompensasi yang sesuai atas risiko yang timbul. Bank harus mengembangkan
strategi risiko kredit yang mencerminkan tingkat toleransi bank terhadap risiko
dan tingkat keuntungan yang diharapkan dapat diperoleh atas risiko kredit yang
mungkin terjadi. Strategi harus bersifat kontinyu dengan memperhatikan siklus
dan pergerakan ekonomi.
Bank
harus mengidentifikasi dan menganalisis risiko kredit yang melekat pada seluruh
produk dan kegiatannya. Identifikasi yang dimaksud berasal dari kajian seksama
terhadap karakteristik risiko kredit yang ada ataupun potensi risiko dari
produk / aktivitas bank. Bank harus menjamin bahwa risiko–risiko yang
terkandung dalam produk / kegiatan baru sudah tercakup dalam proses identifikasi
manajemen risiko.
Bank
harus memiliki metodologi yang memungkinkan pengukuran risiko kredit baik
individu peminjam maupun counterparty.
Pengukuran risiko kredit harus mempertimbangkan sifat dan spesifik dari kredit,
kondisi keuangan debitur, dan persyaratan dalam kontrak / perjanjian kredit. Efektivitas
proses pengukuran risiko kredit sangat tergantung kepada kualitas sistem
informasi manajemen. Oleh karena itu, kualitas, rincian dan ketepatan waktu
informasi merupakan hal yang penting.
Bank
harus benar-benar menyesuaikan metode pengukuran risiko yang diterapkan degan
jenis aktivitas dan besarnya risiko yang terkandung dalam aktivitas yang
dilakukan.
C.
MANAJEMEN
RISIKO KREDIT DI BMT BINAMAS PURWOREJO
1.
Profil
BMT Binamas, Sejarah Singkat
Sekitar
tahun 1992 muncul sebuah organisasi mahasiswa informasi yang bernama FUMIP
(form ukhuwah mahasiswa islam purworejo) dimana kala itu organisasi ini
berusaha untuk merespon dan sekaligus mencoba menjawab munculnya ide Lembaga
Keuangan Mikro Syariah (LKMS) di purworejo.
Bermula
dengan diundangnya FUMIP untuk mengikuti pelatihan sistem bagi hasil di
Semarang pada awal tahun 1995, maka tindak lanjut dari kegiatan tersebut adalah
mewujudkan berdirinya sebuah LKMS yang akhirnya dideklarasikan pada 4 April
1995 dan kemudian disepakati LKMS tersebut bernama BMT Bina Masyarakat atau
lebih dikenal dengan BMT Binamas yang pada saat itu modalnya hanya Rp 900.000,-
Sebelum
badan hukum koperasi didapatkan, BMT Binamas ditetapkan sebagai Kelompok
Swadaya masyarakat (KSM) yang mendapat legalitas operasional dari Dompet Dhuafa
Republika dengan SK No. 023/FES.DD/VII/1995. Selain itu pada tanggal 29 Januari
1996, BMT Binamas mendapat sertifikat operasional dari PINBUK (Pusat Inkubasi
Bisnis Usaha Kecil) denagn SK No. 1120001/PINBUK/I/1996.
Satu
tahun perjalanan awal BMT Binamas tidaklah membuahkan hasil bahkan cendeerung
merugi. Kemudian tumbuh kesadaran dalam diri pengelola untuk melakukan
pembenahan/evaluasi baik dari sisi administrasi, komitmen dan manajemennya. Dan
akhirnya dengan proses yang penuh perjuangan itu, BMT Binamas menunjukkan
peningkatan yang konkrit dan dibarengi juga dengan adanya peningkatan asset dan
terus berkembang hingga sekarang. Alhamdulillah.
2.
Visi
dan Misi Lembaga
Visi
: Terwujudnya lembaga keuangan syariah yang profesional, amanah dan mandiri
dalam rangka mensejahterakan ummat dengan ridho Allah swt.
Misi
:
1) Meningkatkan
KJKS BMT Binamas
2) Meningkatkan
pemahaman dan penerapan konsep ekonomi syariah
3) Meningkatkan
modal dan pola kemitraan dengan lembaga sevisi
4) Mengoptimalkan
Lembaga Amil Zakat BMT Binamas
5) Meningkatkan
kualitas dan profesionalitas Sumber Daya Insani
6) Meningkatkan
produktifitas pengurus dan pengelola
7) Meningkatkan
pemberdayaan dan pembinaan anggota
3.
Pelayanan
Kredit / Pembiayaan
BMT
Binamas mempunyai dua kegiatan utama yaitu baitul maal (menerima dan
mentasyarufkan dana ZIS) dan baitut tamwil yaitu menerima simpanan dan melayani
pembiayaan kepada usaha-usaha produktif dengan sistem bagi hasil. Dengan modal
awal hanya Rp 900.000,- , data per Oktober 2014 menunjukkan assetnya telah
mencapai 84,5 milyar lebih, dengan jumlah anggota 34.923 orang dan yang
terbiayai sebanyak 7.979 orang.
Fakta
diatas menunjukkan bahwa peran BMT Binamas cukup bagus dalam hal membangkitkan
ekonomi rakyat. Terlebih lagi karena BMT Binamas juga telah mengklaim dirinya
sebagai lembaga dakwah maka selain memberikan pembiayaan pada UKM, BMT Binamas
juga tidak lupa melakukan pembinaan dan pengembangan SDM sektor UKM agar dapat
mengelola usahanya ke depan dengan lebih baik, tentunya tidak terlepas dari
prinsip-prinsip ekonomi Islam.
4.
Manajemen
Risiko Kredit / Pembiayaan
Melihat
kenyataan bahwa saat ini pesaing BMT Binamas dalam pelayanan pembiayaan bukan
hanya sesama LKM saja tetapi juga perbankan, maka sudah menjadi keharusan BMT Binamas
mengutamakan prinsip kehati-hatian dan lebih selektif dalam pemberian kredit.
Terlebih lagi tidak dapat dipungkiri bahwa hingga saat ini BMT Binamas masih
menghadapi beberapa permasalahan dan risiko dalam menangani pemberian
pembiayaan kepada pengusaha kecil dan menengah. Baik permasalahan tersebut
terjadi karena UKM yang dibiayai memiliki tingkat kelayakan yang masih rendah
ataupun karena mereka belum mampu memenuhi persyaratan teknis dari BMT Binamas
misal yang berkaitan dengan penyediaan perizinan dan jaminan.
Dalam
hal ini BMT Binamas mempunyai cara untuk mengendalikan kredit agar tidak
mengalami masalah risiko kredit yaitu diantaranya dengan menggunakan cara-cara
sebagai berikut :
1) Penilaian
sebelum pemberian kredit dengan menggunakan prinsip 5C
a. Character, BMT
Binamas menganalisis calon mitra pembiayaan untuk mengetahui karakter dan
sejauh mana tingkat kejujurannya yang dilakukan dengan survey langsung ke
lapangan.
b. Capacity, BMT
Binamas menilai sampai sejauh mana hasil usaha yang diperoleh untuk melunasi
kewajiban tepat pada waktunya sesuai perjanjian.
c. Capital, BMT
Binamas terlebih dahulu mempertimbangkan .posisi finansial lembaga dengan
menganalisis rasio finansiil atau neraca.
d. Collateral,
BMT Binamas meminta jaminan yang dimaksudkan untuk menjaga apabila usaha yang
dibiayai tersebut gagal atau sebab lain yang mengakibatkan pihak mitra
pembiayaan tidak bisa melunasi.
e. Conditions, dalam
memberikan kredit BMT Binamas terlebih dahulu melihat situasi dan kondisi yang
terjadi saat itu seperti kondisi politik, ekonomi, sosial, budaya dll yang
dapat mempengaruhi kelancaran usaha dari penerima pembiayaan.
2) Setelah
dilakukan penilaian 5C, BMT Binamas masih akan memproses pengajuan pembiayaan
dari calon mitra pembiayaan dengan cara mengadakan rapat komite dengan direksi.
Dalam hal ini, komite dilakukan sesuai dengan besarnya pengajuan plafond
pembiayaan. Plafond 10 juta kebawah komite dilakukan di kantor cabang dengan
ketua direksi ‘manajer cabang’. Plafond 10-15 juta dilakukan di kantor pusat
dengan ketua direksi ‘manajer marketing’. Sedangkaan plafond 15 juta keatas
dilakukan di kantor pusat dengan ketua direksi ‘manajer pusat’.
3) Jika
berdasarkan analisa survey dan hasil komite calon mitra pembiayaan dinyatakan
layak maka akan diberikan pembiayaan, namun BMT Binamas masih akan terus
melakukan pengawasan terhadap mitra tersebut dengan terus memantau rekening
koran mitra dan sesekali memeriksa langsung ke lapangan terkait kesehatan dan
keberlangsungan usahanya.
4) Jika
mitra pembiayaan tidak mampu atau tidak mau mengangsur kreditnya maka BMT
Binamas akan melakukan beberapa tindakan penyelamatan sebagai berikut :
a.
Pada tahap awal BMT Binamas akan
melakukan pembinaan kepada mitra agar kreditnya tidak mengalami masalah yang
dapt merugikan kedua belah pihak. Misalnya dengan cara diberi pengertian
melalui telepon, kunjungan atau surat teguran.
b.
Selanjutnya jika mitra menunjukkan
reaksi positif dan beriktikad baik terhadap upaya pelunasan pembiayaannya, maka
BMT Binamas akan melakukan recheduling yaiiu
dengan memperpanjang jangka waktu kredit dan memperpanjang jangka waktu
angsuran. Hal ini dilakukan untuk meringankan mitra agar mempunyai waktu lebih
panjang dalam pemulihan usaha atau kondisi ekonominya dan dalam pengembalian
kredit.
c.
Jika dirasa perlu, BMT Binamas dapat
pula melakukan tindakan reconditioning yaiu dengan mengubah persyaratan yang telah
disepakati sebelumnya. Misal dengan menurunkan tarif margin atau mengubah
prosentase nisbah bagi hasil. Atau dapat pula dengan penundaan pembayaran
margin atau bagi hasil dan hanya mengutamakan pembayaran pokoknya saja. Jika
hal ini masih memberatkan mitra, BMT Binamas akan mengambil langkah dengan
pembebasan margin atau bagi hasil dengan pertimbangan bahwa mitra sudah
benar-benar tidak mampu untuk membayar kredit tersebut.
d.
Apabila tindakan tersebut diatas masih
belum memberikan solusi permasalahan kredit, BMT Binamas akan melakukan tidakan
mengkonversi seluruh atau sebagian tunggakan menjadi pokok pembiayaan baru
dengan disertai penjadwalan kembali dan persyaratan kembali.
e.
Alternatif terakhir jika mitra
pembiayaan tidak mempunyai iktikad baik atau sudak benar-benar tidak mampu lagi
membayar hutang-hutangnya, maka BMT Binamas akan melakukan penyitaan barang
jaminan untuk selanjutnya diproses lelang.
Sedangkan
untuk pengendalian internal, BMT Binamas juga terus melakukan upaya antisipasi
timbulnya risiko kredit dengan cara :
1) Melaksanakan
rapat rutin bagian landing yang dilaksanakan sebulan sekali untuk
bertukar informasi kondisi lapangan dan mendiskusikan solusi-solusi penanganan
pembiayaan bermasalah. Yang didukung pula dengan rapat forum manajer yang juga
diadakan sekali dalam satu bulan.
2) Adanya
audit intern pembiayaan, audit ini dilakukan tiap awal bulan berikutnya oleh
tim manajemen BMT Binamas. Hal ini dilakukan untuk menertibkan keadministrasian
pembiayaan sehingga dapat meminimalisir kemungkinan timbulnya risiko kredit.
3) Evaluasi
kebijakan dan prosedur pemberian pembiayaan, jika dengan dua cara diatas
ditemukan adanya kekurangan atau kesalahan pada kebijakan dan prosedur
pemberian pembiayaan maka manajemen akan sesegera mungkin melakukan pembenahan
kebijakan dengan mengeluarkan Internal Memorandum (IM)
D.
KESIMPULAN
Fakta
mengatakan bahwa LKS saat ini menjadi pilihan sebagian besar masyarakat ekonomi
kecil menengah dalam mendukung kegiatan usahanya. Untuk itu, demi menjawab
trend masyarakat dan memberikan pelayanan maksimal, BMT khususnya Binamas harus
benar-benar serius dalam penggarapan pelayanan kredit atau pembiayaannya. Hal
ini dapat dilakukan dengan terus meningkatkan kualitas manajemen. Lebih-lebih
pada manajemen risiko kredit.
Apabila
manajemen risiko terkelola dengan baik, sehingga kemungkinan-kemungkinan kredit
macet dapat diatasi, maka tidak hanya BMT Binamas saja yang akan mendapatkan
dampak baiknya. Namun masyarakat umum dan pemerintah pun akan merasakan
dampaknya karena UKM dapat berjalan lancar, kegiatan BMT lancar, dan laju
perekonomian juga pasti akan selaras dengan hal itu.
REFERENSI
1.
Peraturan
Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 tetang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank
Umum
2.
Drs.
Sugeng Widodo,MM, Manajemen Dana & Manajemen Risiko BUS,ppt, 15 Februari
2015
3.
https://edratna.wordpress.com/2008/03/17/mengapa-diperlukan-manajemen-risiko-kredit/, diakses pada Ahad, 22 Februari
2015
5.
Leaflet,
SOP & hasil wawancara pada bagian marketing landing BMT Binamas Purworejo
Comments
Post a Comment